Gowes di Gunung Salak

Berjibaku Melawan Tanjakan Maut di Gunung Salak⁣⁣ Bogor

Bersepeda Mencari Tanjakan Koi (My Wanderlust in Salak)

Teks & Foto: Fadil Aziz

Momok Tanjakan

Tanjakan dalam bersepeda adalah momok bagi sebagian gowesers (pesepeda). Sebagian menghindari, sebagian malah mencari, dijadikan tantangan.

Diantara pesepeda di Jabodetabek, ada satu tanjakan yang cukup ‘legendaris’ dan ditakuti: TANJAKAN KOI namanya. Tanjakan ini sering dibicarakan oleh gowesers, khususnya Bogor, Cibinong, dsk. Walau sering mendengar, namun saya belum pernah, bahkan tidak mengetahui letak persisnya. Agak hidden dia memang.

Karenanya, petualangan bersepeda saya kali ini adalah mencari dan menjajal Tanjakan Koi. Dimanakah dia???

Gunung Salak, Bogor

Gunung Salak

Gunung Salak merupakan salah satu gunung terdekat dari Jakarta. Lerengnya dipenuhi destinasi wisata yang menggiurkan. Sejumlah air terjun cantik juga menghiasinya, terutama di kawasan Gunung Bunder yang masuk kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).

Gunung Salak Endah

Semua ini menjadikan gowes ke Gunung Salak jadi menggiurkan. Khususnya Gunung Bunder. Sehingga, walau tempat ini sudah saya sambangi sejak awal 1990-an, namun dengan bersepeda saya pun rutin menyambanginya. Bahkan lebih menarik dengan bersepeda. Triknya adalah menggunakan jalur BLUSUKAN sehingga beda dengan jalur kendaraan roda empat yang biasa saya lalui. Dan jalur blusukan di Gunung Salak ini banyak sekali.

Menuju Bogor

Dari Cipayung, Jakarta saya berangkat sendiri. Start mengayuh  +/- jam 6.30 pagi. Seperti biasa, sepeda saya arahkan menuju Jl Raya Bogor Lama agar cepat mencapai kota Bogor.

Waktu tempuh di jalur urat nadi tersebut biasanya sekitar 1,5 sampai 2 jam. Tiba di perempatan jalan tol dari arah Sentul, saya belok kanan ke arah Yasmin, lanjut Bubulak. Dengan melewati jalan raya seperti ini, kita pun cepat sampai.

Masih cukup pagi di Bubulak, saya memutuskan memilih jalur dalam yang sepi. Blusukan. Lebih lama memang, tapi untuk menikmati lereng G. Salak, paling enak ya jalur dalam alias blusukan.

ALCIBBUM PHOTOGRAPHY  |  Stock Photo Indonesia: GUNUNG SALAK GN BUNDER &emdash; Lush paddy rice fields of West Java with volcano in the background

Memulai Petualangan di Gunung Salak

Nama-nama tempatnya tidak semua ingat. Rute bisa dicek di link Strava nanti. Yang jelas, jalur blusukan ini sebagian aspal (jalan kecil), sebagian jalan tanah.

Diantara tempat yang saya lalui adalah Petir & Situ Daun. Sepi, naik turun, nikmat sekali dilalui menggunakan MTB. ⁣

Rute gowes ini sudah saya buat sebelumnya menggunakan Komoot. Jadi tinggal saya ikuti dan nikmati.

Tanjakan di gunung salak by duniagowes

Mulai Dijamu Tanjakan

Menjelang jam 11 saya tiba di Jl Abdul Fatah. Ini adalah jalanan yang cukup ramai sebenarnya yang menghubungkan jalan raya Dramaga – Leuwiliang di bawah dengan daerah bernama Tenjolaya di atas. Ada satu tanjakan curam menjelang akhir jalan. Gradiennya 13%-20%, namun di ujungnya 35%! Nyaris menyamai jalanan tercuram di dunia yang kita bahas kemarin (37%) di @duniagowes. Parah. Setiap kali lewat sini nafas saya hampir habis. Fiuhhh. ?    ⁣

Di Tenjolaya ada satu Indomaret yang jadi langganan saya istirahat. Tepat di ujung Jl. Abdul Fatah. Disini saya biasa membeli minuman, beli snack berenergi, dll. Disebrangnya juga ada warung nasi. Di belakang Indomaret ada masjid langganan. Biasanya dari Jakarta, saya sampai sini menjelang Zhuhur. Jarak tempuh sekitar 55 km.

“Tanjakan adalah momok bagi sebagian gowesers (pesepeda).”

Fadil aziz

Tapi beyond this point is unknown. Gelap. Rute Komoot pun hanya sampai sekitar sini. Setelah shalat Zhuhur dan Ashar (saya jamak), perjalanan gowes pun dilanjutkan. Mencari Tanjakan Koi yang tersembunyi.

Tenjolaya
Masjid Miftahussalam, Tenjolaya, Bogor

Saya pun melihat kembali peta yang telah disiapkan & ditandai. Juga bertanya sedikit kepada penduduk setempat. Ternyata jalur yang saya tuju ada di depan masjid. Ok, still on the right track.

Jalur ini mengarah ke Curug Ciputri. Satu tanjakan dahsyat telah menanti. Dari masjid saja sudah terlihat mendongak luar biasa. Wowww. Parahhhh.

Saya pun mulai merayapi  tanjakan tsb. Namun di tengah, saya harus belok kanan…dan hippiey, jalanan menurun, dan voila, saya pun memasuki sebuah lembah hijau nan indah. Bagai memasuki ruang dan waktu yang berbeda. Lembah tersembunyi.

gunung salak
Lembah Tersembunyi, Gunung Salak, Bogor

Pencarian Tanjakan Koi

Lembah ini sepi dan damai. Hanya ada satu menara masjid terlihat. Puncak Gunung Salak pun tampak jelas. Tubuhnya dibalut hutan rimbun. Hijau sekali. Di sisi kanan mengalir air jernih dalam saluran irigasi. Saya pun berhenti membasuh muka dan merendam kaki. Sejuk sekali. Apalagi badan panas setelah menanjak.

Setelah puas beristirahat & main air, saya pun menuruni lembah dan mulai menanjak kembali. Bingung. Dimanakah Tanjakan Koi? Saya pun bertanya pada seorang bapak yang sedang duduk di saungnya. Ternyata dia agak bingung juga, tapi menunjukkan jalan ke atas. Memang, Tanjakan Koi pasti penduduk tidak tahu. Sebab itu adalah nama yang diberikan oleh para gowesers.

Jika bertanya, saya pun sebenarnya bertanya arah ke Gunung Bunder. Karena Tanjakan Koi berakhir di depan pintu taman nasional.

Kemiringan sekitar 19% menurut data GPS sy. Tentu saja di foto tdk terlihat parahnya. Karena foto bersifat 2 dimensi.

Saya mulai menanjak berdasarkan info bapak tersebut. Parah. Kemiringannya tidak kurang dari 19%. Wajah saya serasa hampir menyentuh bumi saking merunduknya. Selesai satu tanjakan, muncul lagi tanjakan berikutnya. Sambung-menyambung menjadi satu. Dengan tabah saya lalui semuanya. Allahu Akbar!

Sesampai di atas ada kampung kecil. Bertanya lagi. Dan lagi-lagi para ibu-ibu itu agak bingung menunjukkan jalan ke Gunung Bunder. Ya sudah, saya lanjut lagi. Jalanan makin mengecil. Tanjakan makin meruncing dan kini ditambahi bonus lumut.

Makin lancip, bonus lumut ?

Titik yang saya cari semestinya ada disebelah kanan. Namun saya mulai merasa ada yang salah. Sebab kini saya sudah makin tinggi dan terlihat titik tersebut menjauh. Artinya titik tersebut terpisah dengan saya disebrang lembah!

Saya pun bingung. Ditengah kebingungan tersebut, tiba-tiba ada suara yang bertanya, dari arah belakang.

“Mau kemana Pak?”

Saya menoleh. Ternyata ada seorang pemuda belasan tahun di dalam saung yang sedang memperhatikan saya.

Saya bilang, mau ke Bunder.

“Oh Bedeng?”

Saya pernah mendengar nama tersebut dari beberapa penduduk. Maka saya iyakan.

Dia menunjuk ke bukit atau punggungan disebrang.

“Itu Pak, disana.”

Wakwaw. Sama persis dengan dugaan saya berdasarkan peta.

“Gak ada jalan dari sini Pak”, katanya.

“Masak?” saya coba meyakinkan. Karena gawat nih kalau sampai harus balik lagi.

“Iya gak ada”, katanya lagi.

“Waduh, lewat sebelah sana gak bisa?” saya menunjuk kearah bawah.

“Gak bisa. Gak ada jalan”, ujarnya.

Btw, saya sebenarnya merasa aneh dengan keberadaan pemuda tersebut yang seperti muncul tiba-tiba.

Jangan-jangan dia memang ‘dikirim’ Allah untuk menunjukkan jalan ke saya (artinya harus saya ikuti sarannya). Soalnya tadi saya tak melihat ada siapa-siapa. Kedua, sepanjang perjalanan saya belum pernah bertemu dengan orang yang dpt menjawab pertanyaan saya ini dengan yakin, kecuali pemuda ini. Dan kemunculannya disaat yang genting pula. Ketika saya mulai putus asa. Begitulah perasaan yang kuat saya rasakan.. Allahu a’lam.

Namun saya masih ingin meyakinkan. Saya pun berjalan keluar dari jalan setapak kearah lembah. Benar saja, tak tampak ada jalan. Saya lihat ke atas, hutan. Gelap.

Pemuda itu pun meyakinkan saya lagi. Bahkan dia memberi tahu saya jalan yang seharusnya saya ambil! Saya teringat foto jembatan bambu yang sengaja saya simpan untuk jaga-jaga (karena di daerah begini pasti tak ada internet).

“Iya, itu jembatan bambu. Bapak harus lewat situ. Belokannya di bawah, sebelum nanjak kesini”, jelasnya.

Innalillahi…berarti saya harus turun lagi…

Percuma deh manjat bukit ini… huhuhuuu…?

Yah inilah resikonya bertualang ke tempat baru pikir saya. Hal seperti ini sudah biasa saya alami. Itulah mengapa saya lebih suka gowes sendiri ketika exploring begini. Belum tentu orang lain mau terima salah-salah jalan begini. Apalagi sudah jauh, mendaki pula ?

Saya pun melaju turun dengan hati-hati melewati jalanan lumut. Tak lupa mengucapkan terima kasih sebelumnya kepada ‘malaikat’ saya tersebut.

Beberapa foto saya ambil untuk dokumentasi.

Tiba di tempat yang ditunjuki sang akang pemuda adalah bapak di saung tempat saya bertanya sebelum manjat.

Dengan sedikit protes sopan, saya mengatakan kepada beliau bahwa jalanannya ada di belakang dia duduk.

“Iya kesana”, katanya sambal mengembangkan tangannya menunjuk ke bawah.

????

Ya sudahlah. Mungkin beliau tadi salah karena tidak mengerti pertanyaan saya. Dan ini juga termasuk bagian petualangan yang wajar. Lebih parah lagi, pernah saya bertanya pada penduduk, lalu dia memegang peta saya dengan terbalik (ternyata beliau buta huruf sebenarnya). Parah kan? Tapi itu dulu sih. Mungkin sebagian pembaca juga belum lahir.

⁣Anyway, saya mengikuti pentunjuk yang diberikan, masuk jalan tanah lagi turun menuju sungai dan….jembatan bambu! Akhirnya!

Tanjakan Koi! Akhirnya

Pukul sudah menunjukkan angka 15 lewat. Tapi jembatan ini terlalu fotogenik untuk dilewatkan. saya pun membuat sejumlah foto. Entah sungai apa ini namanya. Tidak tertera di peta. Yang jelas dia mengalir ke bawah. Sama seperti sungai2 lain ?

Jembatan Bambu Sebelum Mulai Segmen Tanjakan Koi

Dalam hati saya heran betul, kok bisa ya para gowesers tahu tempat ini. Sekalipun ia orang Bogor. Lokasinya nyempil bangetttt. Di peta tidak ada. Siapa ya yang pertama? kalau tahu, bolehlah komentar disini ?

Keluar dari sungai, ternyata ada kampung lagi. Cukup padat. Rumah-rumahnya juga bagus. Saya lihat titiknya sudah sama dengan yang saya perkirakan. Yesss. Segmen Strava pun mulai nyala. Yessss….

Yaa…inilah KOI! Koi yang legendaris itu!

Dengan sisa-sisa tenaga ?, saya pun mulai merunduk. Jantung perlahan tapi pasti berdegup semakin kencang. Jalanannya kecil dan berlumut. Semoga bisa lewat.

Tanjakan Koi, Gunung Salak
Awal Tanjakan Koi, Gunung Salak @duniagowes

Pertama tanjakan lurus, seperti pada foto di atas. Kemudian berbelok.

Tanjakan Koi yang legendaris di lereng Gunung Salak. Belokan fotogenik.

Ternyata tanjakan Koi semakin curam! Saya berhenti dulu di belokan fotogenik ini. Sayang gak ada yang ambilkan foto. Saya pun memotret tanjakan. Lalu mulai lagi. Rada susah mulai mengayuh, karena sangat curam. Beberapa kali gagal. Harus ambil ancang-ancang.

Tanjakan Koi, Bogor
Tanjakan Koi, Bogor. Foto ini sebenarnya diambil pada perjalanan kedua saya.

Terus menanjak dan menanjak. Karena tadi kita baru dari sungai. Jauh di bawah. Sedangkan ujungnya langsung di pintu taman nasional! Dahsyat memang!

Tanjakan Koi. Titik koordinat kira2: 6°40’42.2″S 106°41’38.1″E

Allahu akbar! Saya bertakbir. Demikianlah sunnah nabi ketika nanjak.

Eh, saya sudah bertakbir sejak tadi pagi lho. Sebab hari ini memang urusannya tanjakan ? Kemiringan sekitar 30%, lalu belok kanan. Mulai terlihat rumah-rumah lagi. Di atas ada datar lagi, namun setelahnya tanjakan curam lagi. Allahu akbar. Beberapa anak kecil memperhatikan saya. Kadang mengomentari sepeda saya.

Boys love toys.

Oya, gigi belakang saya pakai 42T, depan 22. Wih lumayan. Kadang saya ganti 50T. Tanjakan masih berlanjut. Lagi dan lagi. Serasa tak ada habisnya. Kini mulai vila-vila. Dalam hati saya bertanya-tanya, mana kolam ikan koi yang dijadikan nama tanjakan ini? Entahlah. Yang penting saya bisa lewat ?

Saya sempat berhenti istirahat lagi sambil mempelajari peta. Bingung karena banyak cabang. Akhirnya jalan mulai datar, lalu menurun sedikit…….

Saya pun keluar dari arah Vila Paul namanya. Persis depan pintu gerbang Gunung Bunder di TNGHS…

Alhamdulillah. Puji syukur. Tak lupa saya pun foto sejenak di depan gerbang lalu bayar karcis masuk.

Gunung Bunder

Pintu Gerbang TNGHS
Pintu Gerbang Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Walau sudah sore, saya tetap masuk karena mau makan siang di warung. Ya, saya belum makan siang. Tidak sempat ?

Di salah satu warung nan syahdu, dikelilingi hutan, saya pun memutuskan berhenti. Membuka bekal dan makan disitu sekaligus bersih-bersih. Ganti baju sebelum pulang.

Gunung Bunder
Gunung Bunder by @duniagowes

Pukul menunjukkan angka 16.30 ketika saya tiba di warung. Pukul 17 lewat saya pun memulai perjalanan panjang untuk pulang….hiks.

Sayang, padahal suasana sangat asyik sekali saat itu. Sejuk, syahdu, udara segar. Tapi saya tidak berencana menginap memang. Tempat menginap langganan saya ada di sisi ujung sebelah sana. Di sisi yang berbeda.

Ya sudah. Dengan berat hati saya pun meninggalkan Gunung Bunder, diiringi hujan rintik-rintik.

Fadil Aziz di Gunung Bunder
Fadil Aziz di Gunung Bunder @duniagowes

Perjalanan Pulang

Untuk pulang saya lewat jalan raya agar cepat. Tak sampai setengah jam saya sudah dibawah.

Saya memang penggemar adrenalin kalau turunan pakai sepeda. Walau rintik-rintik, speed saya patok di 30-40 km/jam. Wus, wus, wus. Jalanan terlalu kecil untuk speed 50. Top speed kalau turun dari Hambalang ?

Di beberapa titik saya ambil jalan kecil memotong. Pengetahuan hasil eksplor gowes sebelum-sebelumnya. Sangat mempersingkat.

Pukul 18 lebih dikit saya tiba di Point Coffee Sholeh Iskandar Bogor. Perjalanan setengah hari saya babat 1 jam, hehe. Banyak turun dan jalan raya soalnya.

Disini saya mengganti lagi pakaian yang basah. Shalat maghrib dan memesan kopi. Mba nya sudah mengenal saya.

“Latte tanpa gula ya pak”, ujarnya.

“Iya”.

Saya menunggu Jalan Raya Bogor agak reda dulu. Jalanan ini sering kusut kalau weekend. Sekitar jam 19 saya melanjutkan perjalanan agar masuk jalan Raya Bogor Lama jam 20.

Alhamdulillah strategi saya berhasil. Karena memang sudah paham sih. Hampir tiap minggu kita gowes jarak jauh soalnya.

Jam 21 lewat sedikit saya pun tiba kembali di rumah. Alhamdulillah. Berkumpul lagi dengan istri dan anak-anak.

Terima kasih ya Allah. Another petualangan telah Engkau berikan padaku.

Akhirnya Koi yang legendaris itu pun sudah saya cicipi. Sampai jumpa di petualangan berikutnya! Terima kasih.

Jika ada pertanyaan silahkan di komentar.

 

~ Fadil Aziz ~
@duniagowes

Rubrik: Adventure Gowes.

Kisah ini juga dapat dinikmati di Instagram @duniagowes :

(Visited 1,827 times, 1 visits today)

2 Comments

  1. Have you ever considered writing an e-book or guest authoring on other websites?

    I have a blog centered on the same topics you discuss and would love to have you share some stories/information. I
    know my viewers would enjoy your work. If you are even remotely
    interested, feel free to send me an e-mail.

  2. I was extremely pleased to uncover this site. I want to to thank you for your time for this wonderful read!!
    I definitely loved every bit of it and i also have you bookmarked to see new things in your website.

Leave a Reply